Indopost.co – Mahasiswa Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) menyatakan penolakan terhadap sistem Pemilihan Raya (Pemira) Ketua dan Wakil Ketua Presiden BEM yang baru diterapkan oleh Wakil Rektor III, Dr. Suryadi, MH. Sistem ini dianggap penuh intervensi rektorat dan mengabaikan prinsip demokrasi kampus.
Bimantara Putra, Koordinator Aliansi Mahasiswa UMRAH Bersatu, menyoroti kebijakan tersebut sebagai langkah sepihak tanpa sosialisasi yang menyeluruh. Aliansi mereka yang terdiri dari 4 BEM Fakultas dan 18 Himpunan Mahasiswa Jurusan menilai aturan baru ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Keluarga Mahasiswa UMRAH Nomor 004/01/2017.
“Kami sudah mencoba berdiskusi dengan Warek III, namun usulan kami ditolak, dan mahasiswa diwajibkan mengikuti aturan yang dibuat rektorat beserta menyelarasi visi misi rektor,” ujar Bimantara.
Aturan ini dinilai mengubah secara sepihak sistem Pemira yang sebelumnya demokratis, termasuk pedoman pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Presiden Mahasiswa tingkat universitas. Mahasiswa menuntut agar sistem Pemira dikembalikan sesuai peraturan awal tanpa campur tangan yang berlebihan dari pihak rektorat.
Selain Bimantara Putra, Jhoko Prasetya, salah satu koordinator Aliansi Mahasiswa UMRAH Bersatu, menyoroti adanya intervensi rektorat dalam aturan pelaksanaan Pemira.
Ia mengungkapkan bahwa pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Presiden BEM tingkat Universitas diatur langsung oleh Wakil Rektor III, sementara pemilihan Ketua BEM Fakultas dan organisasi mahasiswa lainnya mengikuti AD/ART masing-masing.
Jhoko menilai aturan baru ini membatasi persyaratan bagi calon Ketua BEM dan DPM Universitas hingga semester 5 dan 6, sedangkan untuk BEM Fakultas hingga semester 8. Hal ini memunculkan dugaan adanya syarat kepentingan rektorat.
“minimnya substansi dalam tahapan Pemira, di mana secara struktural BEM Universitas memiliki kedudukan lebih tinggi daripada BEM Fakultas, tetapi aturan baru justru menimbulkan ketidaksesuaian persyaratan,” ujar jhoko.
Yogi Saputra, merupakan anggota aliansi Umrah Bersatu, menyoroti pembentukan Panitia Pemilihan Raya (PPR) dan Badan Pengawas Pemilihan Raya (Banwasra) yang dinilai tidak melibatkan mahasiswa.
“PPR dan Banwasra terbentuk tiba-tiba tanpa melibatkan mahasiswa lain. Ini semakin memperkuat dugaan adanya kepentingan rektorat,” tutupnya.