Maluku Utara, Indopost.co – Ketua Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) membantah ucapan bupati Halmahera yang mengatakan bahwa telah menegur mahasiswa secara baik, pada jumat (31/05).
Ketua GMKI Halmahera Utara, Johan Rivaldo Djini, mempertegas pernyataan bupati frans. Menurutnya, bupati tidak memberikan teguran, melainkan langsung mengacungkan parang serta mengancam hak menyampaikan pendapat dimuka umum.
“Beliau keluar dari mobil langsung ambil parang, dan kami kaget. Padahal kami siap berdialog, tetapi bupati mengambil parang sehingga kami lari karena merasa terancam,” ungkap ketua GMKI Halmahera Utara
Johan juga menambahkan bahwa bupati memotong kaca mobil mereka, dan pecahan kaca melukai salah satu kader GMKI.
“Kami tidak merusak fasilitas kantor, hanya membuang vas bunga dan tempat sampah sebagai bentuk kekecewaan karena tidak menemukan pegawai di Kantor Keuangan,” tambahnya.
SEBELUMNYA
Viral video yang mempertayangkan puluhan masa aksi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) dibubarkan paksa oleh Bupati Halmahera Utara dengan sebilah parang, pada jumat (31/05).
Hal ini terjadi saat sejumlah mahasiswa mengruduk sebuah hotel di Kecamatan Tobelo, Halmahera Utara, tempat dimana penginapan komika yang diundang oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Halmahera Utara guna merayakan HUT ke-21 Kabupaten Halmahera Utara.
Kehadiran sejumlah mahasiswa saat melakukan aksi demo dicegah oleh Bupati Frans Manery, berlari mengambil parang dari mobilnya serta mengejar para mahasiswa, sehingga mereka kabur guna menyelamatkan diri.
Bahkan Bupati terus mengejar mahasiswa sampai ke permukiman warga. Aksi Bupati Halmahera Utara itu pun viral.
Bupati Frans Manery mengakui tindakannya, ia mengklarifikasi bahwa aksi demonstrasi mengusik keluarga dan tamu-tamu daerah yang sedang di jamu di kediaman pribadinya serta bertepatan dengan perayaan HUT Kabupaten Halmahera Utara.
“Massa sudah meletakkan mobil dan mau berorasi di situ. Mereka seakan-akan mau mengusir tamu undangan dan tak boleh melihat pertunjukan.Sudah saya datangi dan tegur baik-baik untuk pulang karena sudah sore dan di sini bukan tempatnya menyampaikan aspirasi,” ujarnya.
Frans mengaku telah memberikan teguran kepada mahasiswa agar tidak melakukan aksi demonstrasi, serta mengakui membawa sebuah parang.
Frans juga mengatakan tindakan yang dilakukannya ialah sebagai warga yang mempertahankan rumahnya, bukan sebagai bupati.
“Kebetulan di mobil saya ada parang salawaku, rencana mau dipakai pada acara cakalele di HUT. Kalau dengan tangan kosong tidak mungkin mereka kabur. Saya usir dengan parang, dan untung mereka lari,” jelasnya.