Pasangan bakal calon (balon) Roby Kurniawan-Deby Maryanti di Pilkada Bintan tampak semakin mengerucut dengan adanya fenomena pemborongan partai politik untuk menciptakan lawan kotak kosong.
Fenomena kotak kosong muncul karena calon tunggal yang tidak memiliki saingan sehingga dalam surat suara posisi lawan dinyatakan dalam bentuk kotak kosong.
Terlihat pemborongan partai politik dari 7 partai terpilih dalam pemilu serentak 2024, enam dari 7 parpol telah merapat ke Roby-Deby.
Partai politik terpilih dalam pemilu serentak 2024 di Kabupaten Bintan ialah Golkar memperoleh 7 kursi, Demokrat 6 kursi, Gerindra 3 kursi, Nasdem 3 kursi, PKS 3 kursi, PDIP 2 kursi dan PAN 1 kursi dengan total keseluruhan 25 kursi legislatif.
Berdasarkan Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada yang berbunyi “Partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum angka DPRD di daerah bersangkutan.
Maka jika dengan adanya pemborongan 6 partai politik terpilih yang dikuasai oleh pasangan Roby-Deby yaitu Golkar, Nasdem, Gerindra, PKS, PDIP dan PAN, tersisalah 1 partai politik dengan total jumlah kursi 6 yaitu Demokrat.
Tidak menutup kemungkinan pasangan Roby-Deby akan merampas Demokrat dalam koalisi pemenangan mereka. Demokrat merupakan satu-satunya partai yang tersisa dalam pemborongan kursi yang dilakukan oleh anak Gubernur Kepri, Ansar Ahmad inu.
Demokrat bisa mengusung calon sendiri guna menghidupkan cipta kondisi negara demokrasi yang stabil berdasarkan ideologi bangsa serta UUD 1945.
Adanya calon tunggal tidak lantas membuat calon tunggal tersebut serta merta secara aklamasi diangkat menjadi kepala daerah. Maka dalam sistem pilkada dikenal adanya pemilu antara pasangan calon tunggal yang akan melawan kotak kosong.
Penyebab dari adanya kotak kosong beragam, mulai dari sulitnya memenuhi persyaratan untuk maju di pilkada terutama bagi calon independen, sistem koalisi yang pragmatis, hingga gagalnya kaderisasi di level partai.
Jika Demokrat juga berhasil dirampas dalam genggaman koalisi Roby-Deby maka penulis menilai telah gagalnya level kaderisasi Partai Demokrat yang selama berapa periode lalu telah berhasil menguasai parlemen di Kabupaten Bintan.
Mari kita lihat kondisi kedepan bagaimana nasib demokrasi Bintan selanjutnya, apakah akan baik-baik saja atau bakal seperti Batam yang dinilai telah gagal menegakkan sistem demokrasi yang ada di Indonesia guna mengusung calon tunggal karena takut dari kekalahan.
Jika terjadi penghabisan partai yang tersisa 6 kursi yaitu Demokrat, maka penulis menilai telah gagalnya penegakan demokrasi, pendidikan, akal fikiran serta hati nurani penguasa guna kepentingan hidup mereka sendiri dan dinasti yang telah tercipta.
Oleh: Adiya Prama Rivaldi (Ketua Jaringan Pengawas Kebijakan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau)